Saturday, February 9, 2013

Artikel Kompas








Mewaspadai Kekerasan Verbal Dalam Keluarga






      Kekerasan pada anak tidak hanya terbatas pada tindakan fisik, tetapi juga kekerasan verbal.
Bedanya, bila tanda-tanda kekerasan fisik bisa dilihat dengan mudah, kekerasan verbal ini menyentuh bagian dari diri manusia yang tidak berbentuk namun dapat dirasakan. 
      
      Tindakan kekerasan ini pun tergolong berada di urutan atas rumah tangga, setelah kekerasan fisik. Seperti ungkapan yang mengatakan lidah bagaikan pisau bermata dua, kalimat yang meluncur dari mulut seseorang dapat memberi energi positif maupun negatif.

      Contoh yang gampang, seperti panggilan "si hitam", "si ndut", atau "anak malas",  disadari atau tidak, dapat menimbulkan efek negatif pada anak. Proses labelling tersebut dapat berdasarkan karakter fisik, pribadi, maupun kebiasaannya. Padahal, maksud orang tua memberikan sebutan tersebut kadang hanya sebagai "panggilan kasih sayang" atau memicu anak menjadi lebih rajin.

      Mengapa bisa demikian? Pasalnya, tidak semua anak dapat menerimanya dengan baik, terutama bila sensitivitasnya tinggi. Apabila hal ini berlangsung terus-menerus, tidak jarang membuat anak stress, depresi, dan minder, yang berpengaruh pada perkembangan selanjutnya. Hal ini pun bisa terus membekas pada anak hingga beranjak dewasa. Dan ibarat sebuah lingkaran, mereka akan meneruskan "kebiasaan" tersebut ke lingkungan sekitar dan keturunan berikutnya.

      Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya? Kesadaran dan sikap empati orang tua terhadap perasaan dan perkembangan jiwa anak merupakan kunci utama untuk menghindari hal tersebut. Mencoba memahami dunia anak dapat membantunya mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

      Tak bisa dipungkiri, sebutan dan panggilan tersebut kadang sulit untuk dikendalikan dan tidak menutup kemungkinan pula ada anak yang tidak terpengaruh. Untuk mengetahuinya, dapat dilihat dari perubahan mimik anak saat nama sebutannya dipanggil. Apabila raut wajahnya menunjukkan kekesalan, hal ini merupakan alarm bagi Anda dan orang dewasa lainnya yang juga sering melakukannya, untuk segera menghentikan kebiasaan tersebut.
      
      Bisa juga dengan melihat ada tidaknya perubahan sikap dari anak. Misalnya, meski dipanggil anak malas tidak ada perubahan pada sikapnya alias tetap malas. Bukan berarti Anda bisa terus memanggil terus memanggil sebutan-sebutan lain untuknya. Hal ini menandakan bahwa tidak ada gunanya menggunakan kata sebutan yang bersifat negatif, karena toh tidak ada hasilnya. Penyebutan tersebut hanya memberikan satu dampak, yaitu perasaan tidak aman.





Sumber : (Koran Kompas, Minggu, 14 Mei 2006) dengan sedikit pengubahan







0 comments:

Post a Comment